BANDUNG, (PR).-
Sebanyak 1.002 item produk kosmetik ditarik dan dimusnahkan dari peredaran. Hal ini dilakukan sebagai tindak lanjut ditemukannya 27 merek kosmetik di beberapa provinsi yang mengandung bahan-bahan yang dilarang. "Berdasarkan hasil pengawasan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) RI pada tahun 2005-2006 di beberapa propinsi, ditemukan 27 kosmetik yang mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kosmetik yakni merkuri (Hg), hidroquinon lebih dari 2%, zat warna rhodamin B, dan merah K.3," tutur Kepala Badan POM RI, Dr. Husniah Rubiana Thamrin Akib, dalam Public Warning No. KH. 00.01.3352 tentang kosmetik yang mengandung bahan dan zat warna yang dilarang yang diterima "PR", Rabu (4/10).
Menurut dia, penggunaan bahan tersebut dalam sediaan kosmetik dapat membahayakan kesehatan dan dilarang digunakan sebagaimana tercantum dalam Permenkes RI No. 455/ Menkes/ PER/V/1998 tentang bahan, zat warna, substratum, zat pengawet, dan tabir surya pada kosmetik, serta Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.4.1745 tentang kosmetik. "Untuk melindungi masyarakat dari risiko penggunaan bahan berbahaya tersebut, Badan POM telah menginstruksikan kepada produsen/distributor agar menarik produk tersebut dari peredaran dan memusnahkannya," katanya.
Merkuri/air raksa, kata dia, dilarang digunakan dalam kosmetik karena termasuk logam berat yang berbahaya, di mana dalam konsentrat kecil pun dapat bersifat racun. Pemakaian merkuri dalam krim pemutih dapat berdampak mulai dari perubahan warna kulit sampai pada timbulnya bintik-bintik hitam pada kulit, alergi, iritasi kulit.
"Pemakaian dengan dosis tinggi juga dapat menyebabkan kerusakan permanen pada otak, ginjal, dan gangguan perkembangan janin. Bahkan, paparan jangka pendek dalam dosis tinggi dapat menyebabkan muntah-muntah, diare, kerusakan paru-paru, dan merupakan zat karsinogen (dapat menyebabkan kanker) pada manusia," ungkapnya.
Sedangkan hidroquinon, tambah dia, termasuk golongan obat keras yang hanya dapat digunakan berdasarkan resep dokter. Pemakaian obat keras ini tanpa pengawasan dokter dapat menyebabkan iritasi kulit, kulit menjadi merah, rasa terbakar. "Juga dapat menyebabkan kelainan pada ginjal, kanker darah, dan kanker sel hati," ujarnya.
Sementara, bahan pewarna merah K.10 (rhodamin B) dan merah K3 (CI Pigment Red 53: D&C Red No. 8:15585) merupakan zat warna sintetis yang pada umumnya digunakan sebagai zat warna kertas, tekstil, atau tinta. Zat warna ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan dan merupakan zat karsinogen. Sedang rhodamin dalam konsentrat tinggi, dapat menyebabkan kerusakan pada hati.
Menurut dia, kegiatan memproduksi, mengimpor, dan atau mengedarkan produk yang tidak memenuhi standar, adalah melanggar UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan yang dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00.
"Masyarakat luas agar tidak membeli atau menggunakan kosmetik sebagaimana yang tercantum dalam daftar lampiran Public Warning. Masyarakat/ konsumen yang terkena risiko akibat penggunaan kosmetik tersebut, agar melaporkan kepada Badan POM RI di Jakarta, atau melalui Balai Besar/ Balai POM di seluruh Indonesia, Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) di no. Telf. 021-4263333," ungkapnya.
Hal yang sama dikemukakan oleh Kepala Bidang Sertifikasi dan Layanan Konsumen Balai Besar POM di Bandung, Siti Nuraniyah. Menurut dia, masyarakat saat membeli kosmetik yang beredar di pasaran diharapkan memilih kosmetik yang sudah memakai label dan terdaftar di Depkes atau Badan POM. Hal tersebut diperlukan untuk menghindari digunakannya bahan-bahan berbahaya atau dilarang dalam sediaan kosmetik tersebut.
"Tanda kosmetika yang sudah terdaftar, dapat dilihat pada label kemasannya. Untuk kosmetika produksi dalam negeri tandanya CD diikuti angka 10 digit. Sedang untuk kosmetika impor, tandanya CL diikuti pula angka 10 digit. Bila kosmetika tersebut sudah ada label dan terdaftar di Depkes atau Badan POM, maka tinggal cocok tidaknya kometika tersebut dengan pembeli," ungkapnya.
Sebaliknya, menurut dia, bila pada kosmetik tersebut tidak ada label dan tidak terdaftar di kedua badan tersebut, dikhawatirkan dalam pembuatannya kosmetik tersebut mengandung bahan-bahan berbahaya atau dilarang dipakai untuk kosmetika. Misalnya, mengandung merkuri (Hg) atau hidroquinon lebih dari dua persen.
Begitu juga, kata dia, bila kosmetik tidak berlabel dan tidak terdaftar tersebut ada yang ditawarkan secara bebas di apotek, atau toko-toko obat, tanpa melalui resep dokter atau dokter spesialis kulit, masyarakat diharapkan untuk berhati-hati. Sebab, apotek tidak diperbolehkan memproduksi suatu kosmetik di luar resep dokter. "Kosmetik dibuat apotek berdasarkan permintaan dokter atau dokter spesialis," ujarnya. (A-62/A-94)***
sumber: Pikiran Rakyat